Rencana ingin mencoba mengetuk dan masuk, namun tak jadi karna didepan pintu rumah mu terlalu banyak sepatu perempuan. Aku terlalu sibuk hari ini, sehingga tak punya kesempatan banyak untuk berebut waktu perhatianmu dengan perempuan lain. Dan dilain kesempatan pun aku tetap tidak punya waktu jikalau sepatu perempuan-perempuan itu masih tergeletak ditempat yang sama.
Kini genap sebulan semenjak terakhir kali aku melihat mu diperempatan gang sambil menggandeng seorang perempuan berambut panjang. Ketika itu kau pura-pura tidak mengenalku yang tak sengaja melintas didepanmu, kugenggam pegangan plastik hitam kuat-kuat membenamkan semua perasaanku. Ku lirik pelan-pelan kearah mu, tidak tahu sedang mencari apa. Terlihat kau sibuk tertawa memainkan helaian rambut perempuan itu, bahkan untuk sekedar curi senyum kepadaku saja kau tak ingin. Hingga akhirnya si perempuan menoleh kearahku, merasa terganggu dengan kehadiran ku. Kau masih juga tak bergeming, tetap berpegangan pada lakonmu; berpura-pura tidak mengenalku. Lalu tanpa aba-aba seketika kau lontarkan kalimat menyakitkan menusuk lobus hatiku, berkata tentangku sambil tertawa demi menyenangkan perempuan berambut panjang. Seketika itu ku putuskan untuk membencimu. Karakter yang sedang kau lakonkan membuatku benci.
Lain Waktu - Abenk Alter
Kau meragu
Saat aku memintamu tuk bersamaku
Aku tau kamu tak sendiri
Ada dia yang disana menunggu dirimu juga
Namun bila aku bukan pilihanmu dinda
Bukan aku tak mengapa bila kau pergi
Namun kupercaya kan ada saatnya di lain waktu
Bila engkau untukku kita kan bertemu
Cobalah dengarlah hati kecilmu bicara
Namun bila aku bukan pilihanmu dinda
Cinta memang tak selalu memiliki
Cinta memang tak selalu memiliki
Mencoba tuk terima
In
Kutipan,
In
FIKSI,
Begitu kasarnya sampai aku lupa pernah memelukmu dari belakang, dulu.