Hola!
Selamat hari minggu!
Di hari minggu pertama di Bulan Maret ini aku sudah banjir air mata di kosan karna nonton film animasi. Dan setelah menonton ini aku nyesel banget kenapa engga nonton film ini ketika di bioskop. Aku berani kasih nilai 80 buat film ini, seriusan bagus. Pesan moralnya dapet, lucunya dapet, sedihnya dapet, tapi tetap bisa menghasilkan senyum di ending film. Yap, film Coco ini ujungnya happy ending kok. Jadi buat kamu yang tidak terlalu suka dengan film 'sad ending' (like me) kamu bisa banget nonton ini tanpa takut kesel sama endingnya.
Sebenernya ini film gak fresh amat sih. Aku googling juga udah banyak banget yang bikin reviewnya. Tapi rasanya gak afdhol kalau aku gak ngebahas si Coco ini di blogku sendiri, karna aku mau berspekulasi sendiri soal pesan-pesan moral apa saja yang aku bisa tangkap darim film berdurasi 100 menit itu.
Film Coco ini digarap oleh Disney Pixar, si pencipta film animasi yang selalu sukses bikin penonton nangis. Sebelumnya ada beberapa film Disney Pixar yang sukses bikin aku nangis (atau mungkin aku emang gampang nangis ya liat adegan haru sedikit aja), seperti Toy Story, Up, dan Finding Dory. Film Coco ini di Sutradarai oleh Lee Unkrich yang juga menyutradarai Toy Story, Finding Nemo, Monster Inc yang juga merupakan film keluaran Disney Pixar. Sedangkan skenario Coco ini ditulis oleh Adrian Molina yang ternyata juga merangkap sebagai asisten sutradara.
Film ini menceritakan tentang seorang anak laki-laki bernama Miguel, dia tinggal bersama keluarga besarnya di Mexico. Ya everybody know kalau Mexico itu kental banget sama yang namanya musik kan? Tapi sayangnya keberadaan musik sangat ditentang dalam lingkungan keluarga Rivera yang tak lain tak bukan adalah keluarga Miguel sendiri, sebuah keluarga pembuat sepatu yang keahliannya diturunkan turun-temurun. Sebenarnya The Rivera's tidak menyukai musik bukanlah tanpa alasan yang jelas. Mama Imelda atau nenek buyut Miguel memiliki kenangan buruk terhadap musik. Suaminya meninggalkan Mama Imelda dan anak perempuan mereka bernama Coco demi mengejar impian menjadi seorang musisi terkenal. Semenjak kepergian suaminya itu, Mama Imelda sangat membenci musik dan menutup semua akses terhadap nada dan lagu. Beruntungnya Mama Imelda bukanlah tipikal perempuan lemah yang galau berkepanjangan karna ditinggalkan oleh orang yang dicintainya, dia bangkit lalu berusaha membuat sepatu dengan tangannya sendiri demi mencukupi kebutuhan hidup putrinya Coco. Akhirnya dia pun berhasil membuat usaha pembuatan sepatu dan keahlian itu diturunkan kepada anak, menantu, cucu dan semua kuturunannya. Jadilah The Rivera's yang dahulunya adalah seorang pemusik beralih profesi jadi pembuat sepatu yang terkenal di mexico.
Sama seperti halnya cara membuat sepatu, Mama Imelda juga menurunkan cerita dan kenangan buruknya terhadap musik yang sudah membuat suaminya pergi kepada semua keturunannya. Hingga akhirnya ritual 'no music' di rumah The Rivera's sampai di generasi ke empat yaitu si Miguel. Bertolak belakang dengan keluarganya yang membenci musik, Miguel justru sangat menyukai musik. Dia mempunyai keinginan agar suatu hari nanti bisa menjadi seorang musisi terkenal seperti Ernesto De La Cruz yang patungnya ada di alun-alun Kota Mexico.
Miguel menghibur Mama Coco |
Sehari-harinya, Miguel selalu saja cerita dengan Nenek Buyutnya yaitu Mama Coco yang sudah sangat tua dan mulai pikun. Walaupun Mama Coco tidak pernah memberikan feedback ketika Miguel menghiburnya, anak itu tetap tidak putus asa dan selalu menyempatkan waktu untuk berbincang dengan Mama Coco.
Miguel menggunakan gitar kakek buyutnya sembunyi-sembunyi |
Suatu hari, terdengar kabar kalau akan diadakan pencarian bakat di Hari Perayaan Kematian di Mexico. Mendengar hal itu, Miguel ingin mengikutinya dan menjadikan Ernesto De La Cruz sebagai sosok idol. Namun ternyata keinginan Miguel untuk mengikuti ajang pencarian bakat itu di tentang habis-habisan oleh keluarga besarnya. Nenek Miguel yang bernama Elena sampai harus menghancurkan gitar yang akan digunakan Miguel dalam perlombaan. Hal ini membuat Miguel sedih dan marah lalu berlari kearah kompleks pemakaman yang dipenuhi oleh peziarah. Ditengah pemakanaman itu ada pemakaman De La Cruz dengan gital legendaris tergantung diatas peti matinya. Saat mencuri gitar tersebut, tanpa disadari Miguel berpindah ke dunia orang mati. Dan disana dia bertemu dengan keluarganya yang telah meninggal. The Rivera's yang sudah meninggal ini sangat mudah mengenali Miguel yang masih hidup. Mungkin karna setiap tahun The Rivera's hidup selalu memperingati hari kematian jadi mereka yang sudah meninggal bisa melihat anggota keluarganya yang masih hidup.
Miguel bertemu dengan The Rivera's Death di Kompleks Pemakaman |
Karna mengetahui bahwa Miguel statusnya belum meninggal dan tidak hidup, The Rivera's death panik dan berusaha mati-matian untuk mengembalikan Miguel ke dunia orang hidup. Karna jika Miguel tidak kembali sebelum matahari terbit, maka dia akan menjadi penghuni tetap Ofrenda (dunia orang mati). Akhirnya The Rivera's death membawa Miguel ke Ofrenda untuk bertemu dengan Mama Imelda si The Rivera's death yang dituakan.
The Rivera's Death membawa Miguel ke Ofrenda untuk bertemu Mama Imelda |
Ada apa sih dengan Mexico dan Kematian? Dia de los Muertos adalah hari raya di Meksiko untuk mengenang orang yang sudah tiada. Pada hari itu dipercaya leluhur yang sudah meninggal akan mendatangi rumah kerabat yang masih hidup, selama mereka masih diingat. Hal tersebut dijadikan stake dalam film ini, salah satu tokoh membantu Miguel kembali ke dunia karena dia ingin Miguel segera memasang fotonya di rumah, supaya keluarganya ingat dan si tokoh tidak menghilang. Orang yang sudah mati tidak akan benar-benar pergi, sampai tidak ada lagi yang mengenang mereka. Kenangan kita atas merekalah yang membuat orang yang kita cintai bisa tetap hidup, walaupun umur mereka sudah lama habis.
Miguel dan Abuelita didepan meja ritual untuk memperingati hari kematian |
Film ini mengajarkan kita kalau setiap impian tidak harus dicapai dengan 'segala cara'. Masih banyak cara-cara lain yang bisa digunakan untuk meraih impian, tapi tetap untuk tidak meninggalkan keluarga dan sahabat. Seberat apapun permasalahan, selalu ingat kalau keluarga pasti selalu ada dibelakang untuk mendukung. Walaupun kadang caranya mungkin tidak sesuai dengan yang kita inginkan, pasti ada alasan dibalik itu semua.
Seperti Mama Imelda yang sangat keras menentang Miguel untuk menjadi musisi karna kenangan pahitnya, namun dia tetap saja berusaha agar Miguel bisa kembali hidup di dunia bukan di Ofrenda. Dari sosoknya yang tegas dan kuat, sebenarnya Mama Imelda seseorang yang lembut dan sayang pada keluarganya. Buktinya setelah tahu kenyataan sebenarnya dibalik kepergian suaminya, akhirnya Mama Imelda bisa menerima dan tidak membenci musik lagi.
Peraturan dan adat istiadat dari nenek moyang juga sangat kental dalam film ini. Diawal film saja diberitahu kalau The Rivera's tetap tidak suka musik karna didikan Mama Imelda. Sama seperti kehidupan kita sekarang yang sering kali tidak bisa lepas dari teori-teori nenek moyang jaman dulu. Padahal sebenarnya teori nenek moyang bisa dimodifikasi dan disesuaikan dengan keadaan jaman sekarang.
Intinya, film ini layak buat ditonton. Tapi aku rasa tidak cocok untuk ditonton anak-anak dibawah 7 tahun. Karna animasinya sedikit menakutkan dan pesannya tidak akan sampai dengan mudah. Film ini cocok di tonton buat para remaja yang suka marah dan kesal dengan orangtuanya, buat perantauan yang jauh dari rumah dan buat orang-orang yang membutuhkan alasan untuk kembali ke keluarga setelah sekian lama pergi.
You must watching this movie!
Miguel dan Hector saat menggunakan kereta gantung di atas Kota Ofrenda |
"We may have our differences, but nothing's more important than family", - Miguel (Coco, 2017)