Untuk,
Tuan yang mencintai hujan
Hai Tuan,
Tiba-tiba aku mengingat beberapa kalimat yang pernah kau dongengkan kepadaku, cerita tentang hujan
Iya, hari ini hujan turun. Begitu deras seperti ingin menghajar seluruh penduduk bumi tanpa bernegosiasi terlebih dahulu
Aku mengingatmu, Tuan. Sore ini aku mulai memanggil ingatan-ingatan ku tentang cerita mu dan sorot mata bahagia mu saat bercerita tentang hujan
Aku tidak mencintai hujan. Tapi, Tuan mencintai mereka lebih dariku.
Saat itu terekam jelas dikepala ku bagaimana sebenarnya isi hatiku ku ketika mendengarmu menceritakan hujan. Sebenarnya aku bosan, jelas, karna ku tak mencintai hujan sama sekali. Namun ku tetap duduk disana saat itu, mendengar mu mengoceh panjang untuk suatu topik yang sebenarnya tidak ku mengerti. Mengangguk-angguk seakan mengerti, mencoba berbicara tanpa terputus dengan mu. Padahal jika kau tahu, Tuan, sehari sebelum pertemuan kita saat itu aku mencari kata 'hujan' di mesin pencarian google.
Ya, aku memang tidak mencintai hujan. Aku mencintaimu, Tuan.
Aku suka melihat sorot mata mu, Tuan. Sama seperti suaramu, ku suka juga hal itu. Tidak apa-apa jika aku harus mendengarmu berbicara banyak tentang suatu hal yang sebenarnya tidak ku mengerti, asal sorot mata dan ekspresi wajah mu itu tetap bersamaku.
Hari ini aku berpikir, Tuan. Mungkin aku terlalu memaksakan hal yang sebenarnya dari awal tidak mempunyai pintu untuk ku masuk kedalamnya. Aku selalu menghibur diri bahwa suatu hari nanti kau tidak akan membicarakan tentang hujan lagi, mungkin saja nanti Tuan mulai bisa berbicara tentang matahari, atau mungkin awan, mungkin bulan dan juga laut.
Ah, ya, aku hanya menghibur diri.
Tuan, aku menipu diri sendiri kan?
Padahal sebenarnya dalam kepala yang tidak terlalu besar ini sudah kutemukan jawabannya bahwa kau tidak akan pernah membicarakan apapun selain tentang hujan. Ku sudah sadar sejak lama. Tapi ah, kenapa aku masih saja bertahan mendengarmu bercerita tentang hal yang itu-itu saja?
Aku mencintaimu, Tuan. Namun juga muak mendengar ocehan hujan mu setiap hari.
Tuan, boleh kah besok aku tidak datang mendengarkan ceritamu yang itu-itu saja?
Bolehkah kita akhiri disini saja? Karna ku lelah mencari kalimat balasan demi menanggapi ceritamu yang sebenarnya tidak akan pernah bisa tuk kumengerti.
Dari,
Perempuan yang tidak mencintai hujan